PESAN SUCI UNTUK SANG DEWI CINTA
Sebutir kata suci dalam dekapan kematian, terdengar sayup-sayup pelan. Dari luasnya lautan keabadian, sekajap mendobrak kemustakhilan. Bahkan kini tersa takkan ada lagi ruang bagi kelembutan.
Dulu bintang merasa gagah ketika melebur dalam kegelapan, kini dia harus merebahkan kekuatan. Yang ku tahu jejak langkah malaikat subuh masih terlihat dipermukaan kabut hitam tirani, pesan cinta yang ku kirimkan bersama kebisuan malam kini terhenti dan bernafas menghirup kesedihan, sinar cinta yang terurai dalam lembaran suci pesan untuk bidadari taman surgawi tertunduk merenungi nurani.
Aku kembali merangkak dihamparan pasir gersang meradang, hanya sebuah symponi keraguan kata, ketakutan dalam dasar jiwa, semua teriring dibalik untaian kata tak bermakna, dari tiap huruf tak bernada tersa mati dan tak berarti.
Aku tahu sebenarnya pesan ini takkan menggoreskan hati, sajak-sajak indahnya tlah ku patahkan kembali, bait-bait kesuciannya tlah ternodai.
Dulu yang indah beranjak pergi, yang kuanggap mati takkan mungkin tersenyum kembali.
Pesan suci untuk sang dewi cinta terobek ironi, cinta murni yang kutelan kan ku muntahkan lagi bersama nurani, tiap tunas benci dari kegelapan hati kan kuhapus dalam kehampaan dimensi.
Cinta yang dulu kuagungkan, makin mengkerdil, dan hanya sebatas datarnya waktu, bahkan tiap inci dari buah keindahan hanyalah pembuta mata, nostalgia bersama sang dewi cinta tak ubahnya lembar putih kehidupan dalam tiap rotasi waktu milik masa lalu. Cinta yang padam, jiwa yang telah kelam takkan mungkin suci kembali, hanya sebuah harapan untuk menggoreskan mimpi dalam garis kenyataan.
Pesan suciku takkan ku kirimkan kembali, biar lusuh – biar usang. Biar pesanku tak pernah ada dalam kisah kehidupan. Yang ada hanya sukmaku yang yang kan menarik kematian dan yang akan membungkammu dari keindahan.
Aku akan pergi menjauhi bumi, mahabbah cinta dariku akan ku gulung kembali. Untuk sang dewi cinta yang ku sesali.
Lebih dari itu, tiap tetesan cinta yang kusimpan disurga, kan kukucurkan diatas tungku api neraka, hingga neraka padam dan api ungunya membeku. Tiap hela nafas yang terhembus dr sudut keabadian terasa menghujam, pada tulang putih yang rapuh termakan zaman. Diantara keduanya tersekat antar batas kehidupan. Meski terlihat cinta tersungkur pada awan hitam. Dia akan kembali berdiri di bawah sinar harapan, dia akan menemukan barisan pelangi, menyingkap balutan kabut diujung pagi, menyingsing embun pada rekahan sang mentari. Jiwa-jiwa yang telah terbang tinggi, haruskan ku jerat diatas serpihan hati. Takkan mungkinnn....
Kristalisasi hatiku telah menjadi batu, hitam.. legam... kelamm... dalam kebisuan..
Sang dewi cinta tak ubahnya hanya abu yang berterbangan. Bagiku kebeningan dari raganya tlah lama tersapu cahaya, bulu-bulu sayapnya telah terhambur karna dirinya.
Mari masuki dalam ruang jiwa sendiri, biarkan mengalir, menganak sungai, berhembus bersama nada, terbang tinggi menembus altar langit.
Sadari... cinta tak selamanya suci, tak mungkin sejati. Hakikat cinta tlah pergi. Hakikat cinta hanya ada satu, tersimpan dalam hati kecilku...
Biarkan tetes-tetes air hujan, tak pernah mengingat bagaimana dia dijatuhkan, hingga yang dirasakannya hanyalah rasa kesepian yang terbuang. Betapa anehnya langit tak mengerti darimana hujan datang dan mengapa ia jatuhkan.
Betapa sakitnya terbuang, terjatuhkan. Mungkin hanya segelintir pohon-pohon kecil yang mengerti, tentang keindahan hujan, tentang senyuman dan tangisan dari hujan. Mungkin layaknya bualan, tapi inilah kenyataan. Pesan yang dibawa hujan meresap hilang pada inti kehidupan..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar