2010/03/25

senyum keadilan

Terkulai lemas tubuh mungil
Diatas awan
Mata beningnya terpejam dengan tangan terkekang
Jemari manisnnya menengadah
Meminta keadilan
Takkan mungkin bangun
Meski jejak kakinya terhapus hujan
Tapi hati kecilnya teriris pedang
Ruhnya melambung tinggi
Berjubah putih melayang-layang
Diterowongan masa depan
Tak terlihat garis cahaya kebahagian
Terlalu gelap dan panjang
Tapi sela air matanya adalah senyuman

aku sang pejantan tanguh

Aku Sang Pejantan Tangguh
Hidup tanpa cinta bahkan tanpa keluh
Aku menatap tajam hati yang kecut terlupakan
Aku Sang Pejantan Tangguh
Aku berpijak diatas awan-awan keruh
Aku bernafas pada angin yang bergemuruh
Aku Sang Pejantan Tangguh
Tersenyum diantara kabut tirani
Hidupku dikejar mati
Diatas langit aku tergantung untuk berdiri
Aku Sang Pejantan Tangguh
Suaraku Bergema berlari dan menyatu
Hingga bayanganku takut akan diriku
Aku Sang Pejantan Tangguh
Mencengkeram erat nadi-nadi hidupmu
Melempar keras pembuluh darah dalam tawamu
Aku Sang Pejantan Tangguh

.............

Demi janji matahari pada pijakannya
Di punggung muka bumi
Untuk waktu yang tegas dalam bertitah
Ada kalanya bintang kecil terombang ambing
Gelombang angin malam
Hingga rumput yang renta merunduk pilu
Kata menepati perjalanan hidup yang tak berujung
Di dalam hidup ada kehidupan
Didalam mati ada kematian
Dari yang hidup akan mati
Dan yang mati akan pula hidup
Setidaknya hati akan tetap hidup dalam kematian

G NGERTI

Kisahku terbentur waktu
Terpisah diantara segitiga bermuda
Aku tak ubahnya debu-debu diantara lapisan salju
Takkan pernah terlihat
Aku tak lebih dari air mata terbuang
Terasingkan
Tak pernah tersimpan
Aku adalah replika jiwa yang hampa
Apakah kau mengerti
Kisah hidupku yang mungkin bagimu tak berarti
Dari Sang Pejantan Tangguh
Untuk yang tak pernah ku mengeri

APA?

Sayap-sayap malam menangkup bumi dalam kegelapan
Jubah sang rembulan menjuntai tinggi kelangit
Melewati awan
Hening bergelayut pada bulu malaikat yang bertaburan
Bintang merogoh sobekan sinar yang terukir pada kanvas hitam
Terlukis seorang putri terpejam dalam peraduan
Diantara keanggunan yang tak terabaikan
Dia datang membawa senapan
Untuk ku genggam

SAJAK PENENTUAN

Tak pernahkan kau lihat malam merobek kegelapan
Lalu merajutnya dengan sinar dalam kelembutan
Hingga keheningannya pun makin bungkam
Bahkan malam berseteru dengan rembulan
Dia benar-benar kesepian
Dalam kesendirian
Melewati desir-desir angin sunyi
Yang menyanjung keindeahan sang dewi malam
Tak ada kata seindah bulan
Tak ada bualan seindah rayuan
Mungkin malam terlalu gelap untuk mengerti keindahan
Mungkin sunyi tak bersua karna tak melihat sebuah kesempurnaan
Dia yang terlelap dalam pangkuan-pangkuan mimpi
Dia yang terhanyut dalam dimensi fantasi
Tak mungkin kamu tak mengerti
Dia yang membaca sajak yang ingin menyentuh hati

PESAN SUCIKU

PESAN SUCI UNTUK SANG DEWI CINTA

Sebutir kata suci dalam dekapan kematian, terdengar sayup-sayup pelan. Dari luasnya lautan keabadian, sekajap mendobrak kemustakhilan. Bahkan kini tersa takkan ada lagi ruang bagi kelembutan.
Dulu bintang merasa gagah ketika melebur dalam kegelapan, kini dia harus merebahkan kekuatan. Yang ku tahu jejak langkah malaikat subuh masih terlihat dipermukaan kabut hitam tirani, pesan cinta yang ku kirimkan bersama kebisuan malam kini terhenti dan bernafas menghirup kesedihan, sinar cinta yang terurai dalam lembaran suci pesan untuk bidadari taman surgawi tertunduk merenungi nurani.
Aku kembali merangkak dihamparan pasir gersang meradang, hanya sebuah symponi keraguan kata, ketakutan dalam dasar jiwa, semua teriring dibalik untaian kata tak bermakna, dari tiap huruf tak bernada tersa mati dan tak berarti.
Aku tahu sebenarnya pesan ini takkan menggoreskan hati, sajak-sajak indahnya tlah ku patahkan kembali, bait-bait kesuciannya tlah ternodai.
Dulu yang indah beranjak pergi, yang kuanggap mati takkan mungkin tersenyum kembali.
Pesan suci untuk sang dewi cinta terobek ironi, cinta murni yang kutelan kan ku muntahkan lagi bersama nurani, tiap tunas benci dari kegelapan hati kan kuhapus dalam kehampaan dimensi.
Cinta yang dulu kuagungkan, makin mengkerdil, dan hanya sebatas datarnya waktu, bahkan tiap inci dari buah keindahan hanyalah pembuta mata, nostalgia bersama sang dewi cinta tak ubahnya lembar putih kehidupan dalam tiap rotasi waktu milik masa lalu. Cinta yang padam, jiwa yang telah kelam takkan mungkin suci kembali, hanya sebuah harapan untuk menggoreskan mimpi dalam garis kenyataan.
Pesan suciku takkan ku kirimkan kembali, biar lusuh – biar usang. Biar pesanku tak pernah ada dalam kisah kehidupan. Yang ada hanya sukmaku yang yang kan menarik kematian dan yang akan membungkammu dari keindahan.
Aku akan pergi menjauhi bumi, mahabbah cinta dariku akan ku gulung kembali. Untuk sang dewi cinta yang ku sesali.
Lebih dari itu, tiap tetesan cinta yang kusimpan disurga, kan kukucurkan diatas tungku api neraka, hingga neraka padam dan api ungunya membeku. Tiap hela nafas yang terhembus dr sudut keabadian terasa menghujam, pada tulang putih yang rapuh termakan zaman. Diantara keduanya tersekat antar batas kehidupan. Meski terlihat cinta tersungkur pada awan hitam. Dia akan kembali berdiri di bawah sinar harapan, dia akan menemukan barisan pelangi, menyingkap balutan kabut diujung pagi, menyingsing embun pada rekahan sang mentari. Jiwa-jiwa yang telah terbang tinggi, haruskan ku jerat diatas serpihan hati. Takkan mungkinnn....
Kristalisasi hatiku telah menjadi batu, hitam.. legam... kelamm... dalam kebisuan..
Sang dewi cinta tak ubahnya hanya abu yang berterbangan. Bagiku kebeningan dari raganya tlah lama tersapu cahaya, bulu-bulu sayapnya telah terhambur karna dirinya.
Mari masuki dalam ruang jiwa sendiri, biarkan mengalir, menganak sungai, berhembus bersama nada, terbang tinggi menembus altar langit.
Sadari... cinta tak selamanya suci, tak mungkin sejati. Hakikat cinta tlah pergi. Hakikat cinta hanya ada satu, tersimpan dalam hati kecilku...
Biarkan tetes-tetes air hujan, tak pernah mengingat bagaimana dia dijatuhkan, hingga yang dirasakannya hanyalah rasa kesepian yang terbuang. Betapa anehnya langit tak mengerti darimana hujan datang dan mengapa ia jatuhkan.
Betapa sakitnya terbuang, terjatuhkan. Mungkin hanya segelintir pohon-pohon kecil yang mengerti, tentang keindahan hujan, tentang senyuman dan tangisan dari hujan. Mungkin layaknya bualan, tapi inilah kenyataan. Pesan yang dibawa hujan meresap hilang pada inti kehidupan..

iseng..

Pasir putih terbentang dibawah senja yang menghitam.
Terlihat aurora berjajar diantara awan-awan mega
Cahaya biru dari surga sekejap menyilaukan mata
Tapi senja takkan mungkin kembali

Terasa penat
Surya yang terus melangkah
Merunduk mencari keping-keping cinta
Yang terlebur bersama embun pagi
Tak pernah ku lihat sekalipun dia menangis
Ku ingin menemaninya
Untuk menghapus malam antara cahaya

embun hatiku

Butir-butir embun bening terjatuh dalam hati
Terasa suci
Hingga cinta terkristalisasi
Jika kau tau
Embun itu telah ku miliki
Mengalir dari hati ke pembuluh nadi
Lihatlah..
Sahaja dari raganya
Pijaran senyumnya
Kilauan cahaya dalam transparansi kalbunya
Dia milikku
Hanya menjadi milikku
Embun hatiku